Minggu, 30 Desember 2012

Suhu Politik Memanas Menjelang Pilgub Sumut

Setiap Parpol belum menetapkan siapa calonnya untuk Gubsu periode 2013-2018, kini mereka sedang sibuk melakukan fit and proper test. Tapi suhu politik di Sumut sudah memanas sebab tiap Balon Gubsu sudah mengklaim diri sebagai orang yang paling pantas , paling cocok dan pas untuk memimpin Sumut. Berbagai pernyataan mendukung dari tokoh masyarakat dan kelompok masyarakat setiap hari bermunculan baik melalui media maupun pernyataan langsung.

Sementara Isu-isu primordial yang berkaitan dengan agama dan suku tidak menjadi pilihan masyarakat Sumut dalam memilih calon gubernur dan calon wakil gubernurnya. Pemilih lebih mendambakan sosok pemimpin yang memiliki integritas, empati, dan kompeten dalam menangani persoalan masyarakat, terutama di bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial. Pemilih dalam memilih Cagub-Cawagub menunjukkan masyarakat semakin modern, makin cerdas.

Pilgubsu juga tidak hanya dibicarakan oleh para konstituen pemilih tapi juga ramai dibicarakan oleh masyarakat Sumut yang ada di Jakarta dan daerah lainnya. Ada yang mengatakan hendaknya orang batak yang mencalonkan diri hanya seorang saja untuk bisa menang, sebab kalau lebih dari satu orang, maka suara akan terpecah dari berakibat keuntungan bagi calon yang bukan batak.

Ada pula yang berpendapat agar Calon orang batak mengambil wakilnya dari nonkristen untuk merangkul pemilih yang nonkristen, namun ada juga yang berpendapat agar calon Gubsu orang Batak bersedia menjadi orang nomor dua saja agar tetap ada representasi dari kelompok nasrani.

Karakter masyarakat Medan yang terbuka dan dan menghargai perbedaan turut memanaskan suhu politik Sumut yang terlihat dari cara mengungkapkan setiap perasaan dan pendapat serta aspirasinya dihadapan orang banyak secara terbuka. Lugas dalam menunjukkan identitas dan jati dirinya, apalagi masyarakat Sumut yang suka tampil apa adanya. Dengan keterbukaan dan menghargai perbedaan, masyarakat Sumut menjadi mampu hidup berdampingan dalam keberagaman dan tampil untuk menjadi yang terbaik.

Pasangan Cagub-Cawagub

Saat memilih Cagub-Cawagub, rakyat idealnya sudah mengetahui cagub dan cawagub yang akan diusung. Karena itu, caggub- cawagub sejak awal sebaiknya dihadirkan dalam satu paket. Dengan demikian, peluang rakyat untuk membeli kucing dalam karung dalam pemilu dapat diperkecil.

Siap Kalah dan Siap Menang

Setiap Pilkada selalu ada yang kalah dan ada yang menang. Oleh karena itu diharapkan setiap calon harus mempersiapkan diri untuk menerima kekalahan sehingga tidak ada calon yang kalah justru memanas manasi pendukungnya untuk melampiaskan ketidakpuasan yang dirasakan, berbuat kekerasan sehing berujung pada anarkhi dan kekerasan yang sekaligus mencederai demokrasi yang sudah berjalan baik selama ini. Sebab tekanan amarah yang tidak menemukan celah untuk keluar akhirnya meledak menjadi amuk massa.

Strategi Kampanye

Strategi kampanye juga memegang peranan penting dalam menentukan kemenangan setiap calon dalam Pilkada. Pertama, materi kampanye haruslah menawarkan bukti, bukan janji. Kedua, kampanye diusahakan untuk tidak melakukan pengumpulan massa besar-besaran di suatu wilayah selama kampanye. Kampanye dialogis lebih diutamakan. 

Ketiga, menyiapkan kader sebanyak mungkin untuk menjadi saksi di tempat pemungutan suara (TPS). Keempat, dalam kampanye harus diusahakan agar rakyat memiliki pengenalan yang sama terhadap Cagub dan Cawagubnya. Kelima, strategi berikutnya adalah mendesain tiada hari tanpa berita Cagub dan cawagubnya dan semuanya harus disiapkan secara terencana, terukur, terkendali, tidak asal-asalan, tidak overlap, tidak saling serang, dan tetap menjaga etika.

Dalam kampanye, Cagub-Cawagub harus mengangkat gagasan pembangunan ekonomi dengan program-program yang akan dilakukan. Sumbernya adalah rakyat yang akan dibangun kemandirian, kesejahteraan, dan kemakmurannya.

Sudah saatnya juga parpol maupun masyarakat berani memilih dan mencalonkan Gubsu yang memiliki moral dan tujuan kepada rakyat. Namun, terkadang masyarakat masih sulit meninggalkan kultur lama di mana demokrasi masih sebagai jargon. Pengalaman masyarakat Sumut dalam memilih Gubernurnya pada masa silam hendaknya dijadikan pelajaran berharga agar tidak terulang kembali pada Pilkada bulan Maret 2013. Hati boleh panas tapi hati dan kepala harus tetap dingin untuk memilih pemimpin yang terbaik buat rakyat dan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar